Iklan

Aku Senang, Aku Bahagia (Very-Very Happy)

Aku menyeka air mataku. Aku tau dia tidak ingin aku meneteskan air mata, walau bagaimana pun perasaanku saat ini. Teraduk-aduk, terhantam sesuatu yang berat. Aku menatap dia yang terbaring lemah di tempat tidur. Tiga hari yang lalu, iya tiga hari yang lalu, aku menyesal dengan kejadian tiga hari yang lalu.


Tiga hari yang lalu…
Sabtu, 24 Mei 2010
Pukul 17.09
Aku keluar dari kosanku. Ku kunci pintu kamarku, dan aku turun ke bawah, keluar. Aku ingin menikmati sabtu malam ini dengan menyendiri. Sayangnya, waktu aku mau menuruni tangga, di bawah sudah ada seseorang dengan jaket coklat jeans menungguku. Ingin aku naik ke atas lagi. Tapi kalau aku naik ke atas lagi, pasti entar dia akan masuk ke dalam juga. Akhirnya aku terpaksa dengan sangat terpaksa, iya benar-benar terpaksa harus menuruni tangga dan bertemu dengan dia.

“Sela”, panggilnya.
“Iya”
“Aku tau kamu pasti mau memberikan kejutan untukku kan?”
Aku menatap matanya. Kejutan? Kejutan apa? Entahlah 5 detik menatap matanya aku jadi teringat kalo hari ini ulang tahunnya. Ulang tahun ke 23 nya. Astaganaga, kenapa aku bisa lupa. Tapi aku ….. ingin hubungan ini berakhir.
Hening.
3 detik
7 detik
10 detik
“Selaa, kok malah bengong si? Kamu lupa ya? Ya udah gak papa”, ucapnya sambil memelukku dan mengecup keningku. Seharusnya aku lumer, seperti coklat yang mencair. Tapi tidak, aku merasa aku marah dengan kecupannya itu. Seolah-olah kulitku menerima efek negatif dari kecupannya. Reaksi aliran darahku berbeda.
“Oke, oke.. aku tau ini tanggal tua, jadi kamu belum turun gajiannya. Jadi, kagak usah khawatir, aku traktir kamu. Ayok, aku ajak kamu ke suatu tempat”
“Aku pengen ngomong sesuatu San”, ucapku.
Aku harus mengungkapnya. Aku tidak bisa membohongi diriku dan dirinya.
“Apa sayang? Kamu mau bilang I love u? Iya, I Love U too”
“Aku ingin putus”
JEDDAARR!!!
Aku tau aku salah. Aku ini jahat. Aku tidak berperikemanusiaan. Tapi aku tidak bisa terus-menerus membohongi dirinya dengan pura-pura mencintainya. Aku tidak sanggup menjalani hubungan atas dasar kepura-puraan. Aku tidak ingin meneruskan semua ini.

Itu tiga hari yang lalu. Sekarang Sandi terbaring lemah dengan tangan kanan di gips. Dia patah tulang, dia kecelakaan sewaktu pulang dari kosanku. Ngebut, nabrak mobil dan dijahit di dahi dan dagu.

Aku kembali menyeka air mataku. Aku benar-benar menyesal jika akhirnya harus jadi begini. Aku ingin memutar waktu, mengulangi semua dari awal. Sandi masih tertidur pulas, efek dari obat yang dia minum, biar bereaksi maksimal untuk penyembuhan luka-luka di dalam.

“Kemarin Manda, mamah suruh kasih tau kamu. Tapi kata Manda dia kagak punya nomer hape kamu”, tiba-tiba mamanya Sandi masuk ke dalam kamar dan mendekatiku. Aku yang duduk di kursi samping tempat tidur Sandi menoleh dan menatap mamanya.
“Aku tau dari Hendra, Mah”.
“Sandi pasti ngebut. Dia biasa gitu. Ban motornya aja sampai ngebentuk angka delapan. Canggih kan? Emang dasar tuh anak bandel. Coba deh Sel, kamu nasihatin dia, sapa tau dia nurut sama kamu. Kan dia sayang banget tuh sama kamu”
DEG!
Ucapan mamanya Sandi menghantam dadaku. Sesak banget mau nafas. Sayang? Berarti Sandi enggak cerita kalo dia putus sama aku? Ya Tuhan, aku benar-benar kekanak-kanakan udah mutusin dia.

Pertama kali, aku bertemu mamanya Sandi.
Di rumah…
“Mah, nih Sandi bawa cewek. Kapan mau nikahkan kita mah?”, ucap Sandi sewaktu aku mencium tangan mamanya.
“Mamah mah ngikut kamu, kalo kamu siap besok ya udah mamah undang keluarga buat ngelamar Sela”
Aku Cuma bisa tersenyum saat mendengar jawaban mamanya. Yes, mamanya menyukaiku. Pasti akan menyenangkan berpacaran dengan seseorang yang orangtuanya merestui.
“Ya udah, Sel.. kamu siapnya kapan?”
“Eh, kok jadi aku? Aku …”
“Yaiyalah aku tanya ke kamu. Orang akunya mau nikah sama kamu. Masa’ aku tanya sama kucing yang lewat?”
“He He He”

Aku lagi-lagi menyeka air mataku. Aku tidak ingin mamanya Sandi melihat air mataku. Tapi dia melihat aku menyeka mataku. Dia menatapku. Aku tersenyum.
“Kamu enggak ada masalah kan sama Sandi?”, tanya mama Sandi.
“Enggak mah. Enggak ada”
“Sel, setahu mama, selama ini, setiap Sandi punya cewek kalo dia kagak sreg kagak bakal dikenalin ke mama. Tapi sewaktu dia bawa pulang kamu, mama yakin dia sayang banget sama kamu. Mama minta tolong, jangan sakiti dia ya Sel”

Sumpah, aku enggak sanggup. Aku berdiri dan memeluk mamanya Sandi. Aku menangis. Aku meluapkan semua airmataku di pelukan mama. Aku ingin meminta maaf sama Sandi. Seandainya Sandi memaafkanku, aku akan memulai semuanya dari awal. Mama Sandi mengelus-elus punggungku.
“Ih, mama main meluk meluk aja. Kapan nih giliranku?”

Aku terkejut dengan suara itu. Sandi. Aku menoleh ke arahnya. Benar.. Sandi sudah terbangun. Dia tersenyum melihatku. Senyumnya, entahlah kali ini memberikan efek menyengat di aliran darahku. Aku ingin memeluknya. Aku mendekatinya dan aku memeluknya. Aku enggak bisa menahan rasa bahagiaku. Aku bahagia dia tersenyum, itu berarti dia tidak marah denganku.
“Aduu duu du… tanganku”
“Ups, sorry”, ucapku buru-buru bangun. Aku Cuma nyengir melihat dia mengaduh.
“Eh, jelek. Aku beneran sakiit tau. Malah nyengir kuda. Dasar jelek”
“Maafin aku ya San”
“He He, enggak kok enggak sakit”
“Tetep maafin aku ya?”
“Soal?”
“Aku ingin seperti dulu”
“Lah ya entar dunk. Ini lagi sakit. Kalo misalnya kagak sakit udah aku …”
“Sandi.. aku serius”
“Ya udah, buatin aku nasi kuning. Mah ajarin Sela masak nasi kuning ala mama. Kasih tau resep rahasianya mah”, ucap Sandi.
Aku tersenyum. Aku bahagia :D

[Semua tentang Cinta] Cinta adalah "Surga Dunia"